Tepat seminggu sebelum ulang tahunnya yang ke 6, di minggu sore menjelang malam, sambil melambaikan tangan ke papa nya yang baru aja naik mobil dan beranjak pulang ke bandung, Allyssa menanyakan suatu pertanyaan ke gw.
"Sebenernya mama sama papa itu sudah cerai belum sih?", tanya Allyssa sambil lalu seraya melambai ke arah mobil papanya.
Gw terdiam sebentar sebelum menjawab, "Sebentar, mama tanya dulu sama papa", jawab gw sambil berjalan menyetop mobil papa nya.
Gw ga terlalu kaget lagi dengan pertanyaan nya. That was not the first time she asked me that question. A few weeks ago, in one morning, she had asked me the very same question. And I left that question unanswered by saying "Ayo kita tanya papa kalo nanti dia datang".
This time, I owe her an explanation. I can not hide it any longer.
So that evening, the four of us sat on the car, and their papa explained our condition. We admitted that we're no longer husband and wife, but we're still a very good friend and we will always be their mama and papa, no matter what. And of course, we love them unconditionally.
Now, they already know the truth.
Malemnya, allyssa bikin lukisan. Di dalam gambarnya ada 4 orang yang terdiri dari mama, papa, allyssa dan audra.
"Ini gambar kita ma" jelas Allyssa.
Audra juga ikut menggambar gambar yang sama dengan kakaknya.
Gw cuma tersenyum dan menyuruh mereka nyimpen gambar mereka baik2.
Nope. Allyssa dan Audra tidak menangis ataupun marah. Mereka cuma terlihat kecewa.
Audra mungkin belum bener2 ngerti.
But Allyssa does.
Besoknya pas mandi, Allyssa bertanya dengan eyang nya.
"Eyang tau ga, mama sama papaku itu sudah cerai loh" lapornya dengan murung.
Malemnya, gw berusaha ngajak Allyssa dan Audra ngobrol tentang masalah tersebut. Tapi Audra kelihatan ga peduli, dan Allyssa kelihatan enggan ngebahasnya. Jadi gw mundur teratur.
Mungkin belum sekarang waktunya buat dibicarakan lebih lanjut.
Mungkin mereka perlu waktu.
Sama seperti gw dulu.