Kamis, 29 November 2012
People, With Their Own Problems
Tadi malem, gw dapet konsulan dari PDL. Ibu muda yg cantik dan gaya yang di rawat karena sakit kepala yang ga ilang2.
Dari pemeriksaan dasar, emang si ibu ada kelainan refraksi juga, sedikit banyak tuh kelainan refraksi ikut menyumbang sakit kepalanya. Sambil periksa si ibu, gw membatin dalam hati. Beruntung kali jadi ibu ini, usianya masih muda (d banding gw), cantik dengan wajah mulus terawat, pakaian yang modis, dengan berlian bergantungan d leher dan pergelangan tangan yang menandakan pemakainya pasti punya duit ga sedikit. :-P Ga berapa lama setelah gw berpikir dalam hati, terjadilah percakapan antara gw, si ibu muda, dan kakaknya ibu muda yg nganter.
Ibu muda : "Dok, bisa ga ya pusing saya ini disebabkan oleh stress?"
Gw : "Yaaaaah, bisa aja bu. Ibu lagi banyak pikiran ga' nih?"
Ibu muda : (sambil tertawa kecut) "Masalah mah ada lah dok"
Kakak perempuan si ibu yang ikut nganter langsung nyamber ikut ngomong, sebelum gw bertanya lebih lanjut.
Kakak si ibu : "Suaminya kawin lagi dok"
Si ibu muda tersenyum kecut. Gw ikut tersenyum kecut, rada kurang nyaman.
Gw : "Wah ya, itu memang masalah besar. Memang bisa bikin sakit kepala tuh bu" dan dasar emang malem itu gw rada edan, gw lanjut nanya lagi "Dengan siapa bu selingkuhnya?"
Ibu muda : (dengan nada agak tinggi) "Sama kawan baik saya sendiri dok! Diem2 diambilnya suami saya!"
Okeh, gw tau, selanjutnya seharusnya gw kembali ke jalur, kembali bersikap profesional sebagai dokter yang baik. Tapi yang keluar dari mulut gw selanjutnya adalah kalimat emosi bermuatan kompor seperti " Aduh bu, keterlaluan sekali suami ibu. Ibu harus bales perlakuannya. Ibu tinggalin ga suami ibu?"
Si ibu menjawab gw sambil tertawa getir "Dokter bisa bilang gitu, karena dokter kerja. Saya masih punya anak kecil usia 3 tahun. Ada tuh suami saya di kamar atas. Tapi sekarang saya porotin aja uangnya. Saya minta d rawat ke rumah sakit, saya minta konsul ke seluruh dokter, biar aja uangnya habis".
Kakak si ibu ikut nambahin "Soalnya susah dok nyari sosok kayak suaminya dia ini. Suaminya itu masih muda, cakep, kaya, pinter usaha pula. Makanya biarin ajalah. Udah 4 tahun ini suaminya kawin lagi."
Setelah si ibu keluar dari poli gw, gw tercenung. Alangkah mudahnya gw berpraduga ke seseorang, dan begitu gw menggali sedikit, ternyata hidup tiap orang tidak selalu sekinclong penampilan luar yang terlihat. Pasti perih, selama 4 tahun ini dimadu. Tapi si ibu tadi pasti punya pertimbangan sendiri untuk tetap bertahan dengan suami yang sudah mengkhianatinya.
Gw punya kenalan, pendidikannya cuma setara SMA. Suaminya kerja sebagai karyawan d suatu pabrik. Saat mereka punya anak, suaminya selingkuh dengan teman kerjanya. Pilihan yang diambilnya adalah menceraikan suami, dan mulai kerja buat menghidupi diri sendiri dan anaknya.
Gw juga punya temen, seumuran gw, dan dua2nya dokter. Yang satu selingkuh sampai kawin siri, yang satunya ngebales dengan selingkuh juga. Tapi tetep mereka bersatu di lembaga pernikahan. Entah apa pertimbangannya.
Ada satu lagi temen gw, suaminya sering ngelakuin KDRT. Sampai sekarang dia masih bertahan walaupun kerap jadi bulan2an suaminya. Padahal secara finansial dia ga tergantung suami. Dia punya pekerjaan dengan gaji yang lumayan.
Well, everyone has their own problems. Udah nasib, perhaps? Ga juga sih.
Gw pernah baca kalo nasib itu adalah kumpulan dari pilihan2 yang pernah kita buat. Dan gw setuju dengan pernyataan diatas.
Anyway, gw cuma orang luar, pengamat dari luar. Seharusnya berada di jalur netral dan tidak menghakimi pilihan2 apapun yang mereka buat. That's their life.
Hidup gw pun ga bisa dibilang mulus dan lurus. Bagi orang lain yang melihat gw dari luar, mungkin gw terlihat seperti sosok perempuan kelas menengah (agak ke atas :-P) yang mandiri dengan pekerjaan yang bagus dan kehidupan super nyaman. Padahal, gw juga punya masalah2 yang harus gw atasi dan hadapi :-(. Bagaimanapun, gw akui, jalan hidup gw masih jauh lebih baik dibanding sebagian besar orang yang mungkin ga seberuntung gw. Karena itu, sudah selayaknya gw mencoba berterima kasih setiap hari atas seluruh anugrah dan kelebihan yang diberikan Nya dibalik kesulitan2 yang ada.